Showing posts with label Bisnis. Show all posts
Showing posts with label Bisnis. Show all posts

Thursday, October 31, 2019

Penjualan Huawei Meroket di China, Xiaomi dan Apple?

Diboikot AS, Penjualan Huawei Meroket di China
Ilustrasi SPG Huawei

Jakarta - Efek Amerika Serikat (AS) tampaknya tak berpengaruh pada pengiriman Huawei baik dari sisi jaringan maupun perangkat seluler di China.

Mengutip slashgear.com, berdasarkan laporan perusahaan analis pasar Canalys, angka pengiriman ponsel Huawei di China pada kuartal terakhir 2019 justru melejit. Bahkan bisa mengalahkan pengiriman ponsel Xiaomi dan Apple.

Meningkatnya pengiriman ponsel Huawei hingga mengalahkan kompetitor besar lainnya ini bahkan sudah terjadi sejak kuartal ketiga tahun ini. Pengiriman Huawei tercatat tumbuh sebanyak 66 persen yang membuatnya berhasil menguasai setengah dari pasar ponsel pintar Cina sebesar 42,4 persen.

Pengiriman Huawei ini berhasil mengalahkan perusahaan ponsel pintar asal Cina lainnya seperti Vivo, OPPO, dan Xiaomi. Bahkan pengiriman Samsung, yang kini tercatat sebagai pemimpin ponsel pintar global, juga semakin terkalahkan di Cina.

Fakta yang tak kalah menarik justru terjadi pada pengiriman perusahaan asal AS, yakni Apple di Cina. Tahun ini, pengiriman Iphone mengalami penurunan hingga 28 persen. Sementara iPhone hanya menguasai 5,2 persen pasar ponsel di China pada kuartal terakhir 2019.

Menariknya, 40 persen dari 5,1 juta pengiriman Apple sejak Juli hingga September 2019 hanya terdiri dari Iphone 11, yang hanya diluncurkan pada bulan September di China.

Canalys menyarankan agar Apple meningkatkan kualitas kamera pada iPhone untuk menarik pasar China terutama mengalahkan Huawei yang beberapa waktu belakangan semakin agresif melakukan kampanye pemasaran di tengah efek perang dagang China-AS.

Sumber: CNN Indonesia

Jokowi Pilih Suryo Utomo Jadi Dirjen Pajak Baru

Jokowi Pilih Suryo Utomo Jadi Dirjen Pajak Baru
Suryo Utomo. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Suryo Utomo menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak baru. Ia dilantik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada hari ini, Jumat (1/11).

Suryo menggantikan Robert Pakpahan yang memasuki masa pensiun pada 31 Oktober 2019 lalu. Pengangkatan Suryo berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 125 Tahun 2019 tertanggal 16 Oktober 2019

"Hari ini, Jumat (1/11), saya menteri keuangan resmi melantik saudara (Suryo) di jabatan yang baru di Kementerian Keuangan," ujar Sri Mulyani dalam acara pelantikan di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan.

Sri Mulyani meyakini Suryo dapat menjalankan tugasnya dengan baik di posisi baru.

Suryo bukanlah orang baru di Kemenkeu. Sebelum dipilih menjadi dirjen pajak, ia menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak sejak Juli 2015.

Dalam sumpahnya, Suryo berjanji akan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, menjunjung integritas serta menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela

Sumber: CNN Indonesia

Berkah Perang Dagang AS-China, Ikan Asal RI Laris Manis

Berkah Perang Dagang AS-China, Ikan Asal RI Laris Manis
Ilustrasi. (Istockphoto/Dilok Klaisataporn)

Jakarta - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China dinilai membawa keuntungan bagi bisnis produk perikanan di Indonesia. Permintaan komoditas laut yang semula masuk ke pasar Amerika Serikat (AS) tak lagi diminati, dan tergantikan oleh komoditas asal Indonesia.

Dikutip dari Antara, platform dagang perikanan via daring (online) Aruna menyebut telah kebanjiran permintaan dari Korea Selatan (Korsel) karena dampak perang dagang tersebut. Aruna menyebut produk yang paling banyak dicari adalah kepiting dan lobster.

Selain Korea Selatan, Aruna juga mendapat permintaan dari China dan beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam.

"Dampak perang dagang itu berpengaruh terhadap permintaan produk perikanan. Jadi, kalau dilihat, beberapa produk perikanan yang biasanya didapat di AS, kini mengarah ke Indonesia terutama pasokan untuk China," ujar CEO Aruna Farid Naufal Aslam seperti dikutip dari Antara, Kamis (31/10).

Menurut Farid, permintaan yang naik signifikan sekitar satu hingga dua tahun terakhir membuat pendapatan perusahaan melonjak hingga delapan kali lipat pada 2018 jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Selain dari perang dagang, peningkatan permintaan tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan kelautan dan perikanan di Indonesia yang diperketat.

"Kapal asing kan tidak boleh lagi melaut, nah itu juga berpengaruh sekali terhadap permintaan di Aruna, karena banyak negara yang kekurangan pasokan," ujar Farid.

Aruna saat ini telah merangkul 5 ribu nelayan untuk ikut memasok kebutuhan produk perikanan di 15 titik wilayah Indonesia seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Aceh, dan Sulawesi Tengah.

Farid menambahkan tahun ini Aruna menargetkan tambahan 15 titik dari Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Target tersebut juga didukung dengan menerjunkan 20 local heroes atau tim yang turun langsung untuk menjaga kualitas produk perikanan dan melakukan seleksi produk. Bahkan Farid mengatakan akan menambah jumlah tim tersebut menjadi 30.

"Karena ini kan produk ekspor, jadi harus memenuhi beberapa kriteria yang seleksinya dilakukan oleh local heroes," pungkas Farid.

Sumber : CNN Indonesia

Tuesday, October 29, 2019

Hai Aramco! Erick Thohir Mau Kepastian Kilang Cilacap Tahun Ini

Menteri BUMN Erick Thohir
Menteri BUMN Erick Thohir

Jakarta - Megaproyek pengembangan kilang Cilacap yang sudah mangkrak selama 5 tahun, bakal dipastikan nasibnya tahun ini.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan salah satu fokusnya adalah untuk percepatan proyek kilang, dan yang akan menjadi sorotan untuk saat ini adalah proyek RDMP Kilang Cilacap yang kesepakatannya sudah terbangun antara PT Pertamina (Persero) dan Saudi Aramco sejak 2014 lalu.

"Kami upayakan tahun ini kalau bisa sudah ada kesepakatan agreementnya, ini yang sedang kami push," kata Erick, saat dijumpai usai rapat di Gedung Kemenko Maritim dan Investasi, Selasa (29/10/2019).

Ia bahkan sudah bertemu dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk membahas proyek ini dan meminta kementerian untuk mendukung agar segera ada jalan keluar.

Sampai saat ini, Aramco dan Pertamina masih mentok membahas soal valuasi nilai proyek. Perjanjian untuk memperpanjang waktu evaluasi ini juga sudah bolak-balik dilakukan kedua pihak, terakhir batasnya adalah 31 Oktober ini.

Jika masih tidak ada titik temu, Erick menekankan untuk mencoba cari cara lain. Meskipun ia menyadari ini adalah pembicaraan khusus dua pihak tersebut yakni Pertamina dan Saudi Aramco. Selama kedua pihak sepakat, maka perubahan strategi juga belum diperlukan untuk pembangunan kilang.

Tapi, Erick bakal menunggu sampai akhir tahun ini. "Sampai Desember kami lihat, sepakat atau tidak? kalau tidak kami cari alternatif lain"

Sunday, October 27, 2019

Grup Bakrie Tinggal Hitung Hari untuk Menambang Emas di Palu

Grup Bakrie Tinggal Hitung Hari untuk Menambang Emas di Palu
PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) Citra Palu, Palu

Jakarta - PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) milik Grup Bakrie akan mulai melakukan produksi di tambang emas Poboya yang berlokasi di Palu, Sulawesi Tengah pada bulan Desember mendatang.

Pada tahun pertama, perusahaan menargetkan untuk memproduksi hingga 100 ribu ton bijih emas. Di tahun selanjutnya, yaitu pada 2021, produksi akan dinaikkan menjadi 180.000 ton bijih emas per tahun.

Demikian disampaikan Direktur & Investor Relations PT Bumi Resources Minerals, Herwin Wahyu Hidayat dalam Closing Bell, CNBC Indonesia, Jum'at (22/10/2019).

"Jadi karena memang ini baru produksi awal yang kita sebut sebagai trial production, ini di akhir Desember 2019, mungkin lebih aman kita anggap itu mulai berproduksi di Januari 2020." Lanjutnya.

Dalam kesempatan itu, Herwin menjelaskan bahwa tambang Poboya hampir 100% dimiliki Grup Bakrie.

Selain tambang emas Poboya, Herwin juga mengatakan saat ini perusahaan sedang berfokus pada dua tambang lainnya.

Pertama yaitu tambang Gorontalo yang 80%-nya dimiliki Bakrie Group, sementara 20% sisanya dimiliki oleh PT Aneka Tambang (Antam). Terakhir yaitu tambang seng dan timah hitam Dairi Prima Mineral yang ada di Sumatera Utara. Sebanyak 49%-nya merupakan milik Bakrie Group, sementara sisanya dimiliki perusahaan BUMN China Nonferrous Metal Industry's Foreign Engineering and Construction Co., Ltd. (NFC).

"Jadi kebetulan nih kita memiliki tiga project utama BRMS, yang pertama itu di Palu. Lokasi tambangnya yang akan mulai produksi itu di Poboya. Itu kita memiliki hampir 100% kepemilikan di situ. Itu adalah tambang emas, khususnya." jelasnya.

Saturday, October 26, 2019

Jeff Bezos Bukan Lagi Orang Terkaya di Dunia?

CEO Amazon Jeff Bezos
CEO Amazon Jeff Bezos

Jakarta - Pendiri dan CEO Amazon Jeff Bezos dikabarkan sempat tidak lagi menjadi orang terkaya di dunia. Namun hal itu hanya terjadi sehari saja.

Pasalnya, ia kehilangan US$ 6,9 miliar atau sekitar Rp 97 triliun (estimasi kurs Rp 14.000/dolar) dalam semalam. Kerugian itu dialaminya akibat harga saham Amazon anjlok sebesar 9% pada perdagangan after hours setelah perusahaan melaporkan laba kuartal ketiga yang dinilai mengecewakan oleh para investor, Kamis kemarin.

Pada pukul 18:00 waktu setempat, harga saham tercatat turun 6,6%, atau diperdagangkan US$ 118 per saham. Bezos memiliki 57.610.359 saham Amazon, menurut pengarsipan terbaru Securities and Exchange Commission (SEC).

Jika penurunan harga saham Amazon berlanjut seperti itu, Bezos terancam kehilangan gelar sebagai orang terkaya di dunia dan digantikan oleh co-founder Microsoft Bill Gates, menurut Bloomberg Billionaires Index.

Namun sayangnya, penurunan posisi itu hanya terjadi sehari. Jumat (25/20/1019), Bezos dikabarkan berhasil kembali menduduki tahta sebagai orang terkaya di dunia.

Pada Jumat, meskipun masih turun, saham Amazon tidak serontok sehari sebelumnya. Turunnya saham Amazon hingga 1% ke US$ 1,760,78 membuat kekayaan Bezos berada di kisaran US$ 109,9 miliar.

Ia pun kembali menjadi orang terkaya di dunia. Sementara 'rivalnya' Bill Gates hanya memiliki kekayaan sebesar US$ 105,8 miliar.

Friday, October 25, 2019

Pernyataan Orang Terkaya RI Soal Kabinet Baru Jokowi

Michael Bambang Hartono
Michael Bambang Hartono

Jakarta - Orang terkaya di Indonesia, Michael Bambang Hartono menanggapi soal komposisi Kabinet Indonesia Maju yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu.

Saat ditemui oleh CNBC Indonesia di DPP IKA UNDIP, Kamis (24/10) malam, pengusaha kelahiran 2 Oktober 1939 ini mengenakan pakaian yang sederhana dengan kemeja putih dan jaket hitam dengan bordiran bendera merah putih di kanan dada, dan bordiran tulisan Djarum Bridge Club di dada kiri.

Walaupun sudah berusia 80 tahun, Hartono masih terlihat segar dan bersemangat menjawab pertanyaan dari CNBC Indonesia, apalagi mengenai susunan kabinet terbaru ini. Berikut adalah sebagian cuplikannya.

Pak, bagaimana tanggapan Bapak soal kabinet baru Indonesia Maju?
Bagus sekali. Pilihannya bagus, ya walaupun ada pilihan yang kurang bagus tapi pada dasarnya very good.

Lalu apa harapan Bapak tentang kabinet ini?
Jadi gini, ini ekonomi dunia kan sedang gonjang-ganjing, tidak ada kepastian. Apalagi ada trade war antara Amerika Serikat dan China. Jadi kepastiannya belum ada, dan menurut saya kedua negara ini tidak akan mundur. Amerika yang memulai, China tidak ada mundur dan akan tetap melawan.

Tapi bagaimana caranya kita, Indonesia, bisa menghasilkan keuntungan dari situ. Mencari celah dari situ.


Dari hal itu, adakah saran apa yang harus dibenahi oleh kabinet baru ini?
Pemerintah kita harus business friendly, jangan seperti sekarang. Very unfriendly.
Coba Anda pikir, sebanyak 33 perusahaan dari China, pindah ke Asia Tenggara. Tapi tidak ada satupun yang ke Indonesia. Semuanya ke Vietnam, Kambodia, Myanmar. Why?


Karena regulasinya lebih mudah?
Nah! Why? Coba Anda pikir. Kenapa kok tidak ke Indonesia. Karena kita memusuhi mereka. Very unfriendly. Tidak China saja, dari semua negara tidak ke Indonesia. Why?

Ini yang seharusnya jadi pekerjaan rumah pemerintah saat ini. Why? Kenapa sikap dari government kita itu tidak business friendly. (Menurut logika mereka) kalau kita bisa bikin susah, kenapa harus dibuat gampang.

Thursday, October 24, 2019

Wih, RI Punya 42 Proyek Migas Senilai Rp 600 T

Wih, RI Punya 42 Proyek Migas Senilai Rp 600 T
Ilustrasi SKK Migas.

Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan investasi hulu migas ke depan akan terus berkembang.

Pasalnya hingga tahun 2027 terdapat 42 proyek utama dengan total investasi US$ 43,3 miliar dan proyeksi pendapatan kotor sebesar US$ 20 miliar

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan total produksi dari 42 proyek tersebut akan menghasilkan 1,1 juta barel setara minyak per hari (BOEPD), yang mencakup produksi minyak sebesar 92,1 ribu barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 6,1 miliar kaki kubik per hari. Empat di antaranya merupakan proyek strategis nasional (PSN) hulu migas.

"Prioritas untuk meningkatkan produksi migas demi memenuhi konsumsi migas domestik yang semakin meningkat," ungkapnya di kantor SKK Migas, Kamis (23/10/2019).

Peningkatan kapasitas nasional bukan hanya dengan mendukung kebutuhan energi, tetapi juga dengan melakukan efisiensi biaya dan efek berganda atau multiplier effect yang bisa mendukung perekonomian daerah dan nasional. Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) industri hulu Migas hingga awal Oktober 2019 mencapai angka 55 persen dari target 50 persen di tahun 2019.

Sementara itu, demi mengejar produksi 1 juta barel per hari (bopd) tahun 2030, SKK Migas menerapkan empat strategi jangka panjang. Pertama, mengedepankan strategi eksplorasi yang masih dan intensif. Kedua,mendorong dan mengkampanyekan penerapan enhanced oil recovery (EOR) di lapangan mature.

Ketiga, mengakselerasi monetisasi proyek-proyek utama, sehingga mempercepat potensi sumber daya menjadi lifting. Terakhir, menahan penurunan produksi alami serta mendorong peningkatan produksi.

Saturday, September 17, 2016

JD Sports shows a clean pair of heels to stumbling Sports Direct

Beyoncé’s Ivy Park range being advertised outside Topshop in London. Photograph: Matthew Chattle/Rex/Shutterstock

Newcastle (Telephost) - Sports Direct boss Mike Ashley once promised to finish off JD Sports, but now finds himself being trounced by his rival.

JD Sports, the self-styled King of Trainers, is not only valued at a cool £1.1bn more than the Newcastle United owner’s chain, but last week revealed its sales and profits growth were a well-shod leap ahead of the rest of the UK fashion market.

While other clothing retailers have spent the last two years moaning about unsuitable weather and claiming that shoppers are more interested in holidays and gadgets than the latest fashion, JD has powered on. Sales at stores open more than a year rose 10% in the six months to the end of July.

Even executive chairman Peter Cowgill sounded surprised by the group’s 66% rise in underlying profits, revealed on Tuesday, saying they “exceeded reasonable expectations.”

But the performance should not be a shock. The sportswear market is generally less weather-dependent than the rest of the clothing market and JD is at the centre of the catwalk-led “athleisure” trend for sportswear as fashion.

Major brands such as Nike and Adidas have been expanding their ranges to include the kind of sportswear meant to be worn outside the gym. Celebrities such as Beyoncé – whose athleisure line, Ivy Park, is sold in JD – have given a boost to the trend, which is drawing more women into sport stores.

Sales in JD’s womenswear are soaring, having traditionally made up less than 30% of the chain’s sales compared with 60% for the whole UK clothing market.

Of course trends come and go, so there is some debate whether JD’s mini-boom will drop off once young people move on to something new. Cowgill argues: “We can never predict the future but I don’t think it’s a trend. I think it’s a culture, a lifestyle situation. Not long ago you couldn’t go into a bar with trainers on: now it is more acceptable.”

And it’s not only bars. Sales of trainers are rising around the world as casualwear becomes the norm in offices as well as at social events.

Richard Hyman, the veteran independent retail analyst, says: “Trainers have become shoes and the key beneficiary has not been traditional footwear retailers or apparel retailers with footwear departments. This market is highly branded, whereas mainstream fashion is very own-label. People want the credibility of a brand and JD has built a business on that.”

Of course, Sports Direct has also benefited from that trend, but to a lesser extent, as JD has a much stronger relationships with the key brands. This gives it access to more exclusive products, and launches of sought-after new designs.

Cowgill says fostering those relationships through investment in the look and ambience of stores has been key to keeping such brands on board.

Kate Calvert, an analyst at JD’s house broker Investec, says: “Sports Direct has had quite a turbulent time with the two major suppliers, Nike and Adidas – they’re always falling in and out of love with each other.” In that environment, JD has been able to get access to premium products at premium prices, insulating it from some of the wider market deflation.

Sports Direct has cottoned on to this and is trying to woo the brands back with investment in stores, alongside efforts to tackle the employment and governance practices that have drawn so much bad publicity. Fiona Paton, an analyst at Verdict Retail, says: “[JD] has benefited from Sports Direct’s mass of bad publicity and the distractions that has caused its senior management.

“However, this will not go on indefinitely, and Sports Direct has announced plans to target more premium brands with investment in its Flannels fascia, so JD Sports is likely to face tougher competition in the near future.”

Cowgill counters: “All our competitors worry us. We’ve got to keep an eye on various parts of the market.” He adds with a smile about Sports Direct: “It remains to be seen if they get their act together. We try to avoid being in direct competition. We see the market as huge enough for the two of us.”

That market increasingly includes Europe, where JD is expanding its main chain in France, Spain, the Netherlands, Germany, Italy, Belgium, Sweden, Denmark and, most recently, Portugal. It also owns Sprinter in Spain, Chausport in France and has taken its trendy Size? footwear chain into five countries over the channel. Further afield, it has bought outlets in Malaysia and Australia. Revenues are up 38% in Europe and 14% elsewhere, although the profitability of these operations is not yet clear.

Last week, Cowgill was in a bullish mood. “We never rest on our laurels and we are gutted if there’s even a day when our numbers are negative. We drive as hard as we possibly can.” It could be a speech from a professional sportsman.

Bake Off shows how TV’s indies have learned the art of the deal

The (former) Great British Bake Off team: Paul Hollywood, Mary Berry, Sue Perkins and Mel Giedroyc. Photograph: Love Productions/BBC

London (Telephost) - Television programmes have been switching channels for years – from Men Behaving Badly to Big Brother, University Challenge to The Voice. Yet none have met with quite such an outcry as the poaching of The Great British Bake Off from the BBC.

After all, it’s not every day that the UK’s favourite TV show switches channels. GBBO’s maker, Love Productions, has been pilloried in parts of the press, especially since it did the Channel 4 deal without securing the show’s current presenters, Sue Perkins and Mel Giedroyc, or judges Mary Berry and Paul Hollywood.

The company turned down an offer of £15m a year from the corporation – and higher bids from ITV and Netflix – to take the hit baking show to Channel 4 for around £25m a year.

However, beyond the brouhaha about whether Love Productions was right to take a hit that had been nurtured by the BBC to a rival, does the headline-grabbing move also signal a shift in the balance of power between broadcasters and producers?

New terms of trade introduced more than a decade ago, which allowed producers to hold on to more of the intellectual property rights to their programmes and gain a greater share of revenues from overseas sales and merchandising, helped tilt the balance away from broadcasters. This has also been a factor in the UK production sector’s growth, with revenues up from £2.2bn annually seven years ago to £3bn.

The other key change in the sector has been consolidation of ownership, with many of the more successful UK independent producers bought by bigger companies or merging to create so-called “super-indies” – providing access to international distribution networks, more investment to develop ideas, and, in theory, more muscle in dealings with broadcasters.

Love Productions, founded by husband and wife Richard McKerrow and Anna Beattie in 2004, is now 70% owned by Sky.

Media analyst Claire Enders explains: “The overall long progression over the last 25 years, through a number of phases, into a flourishing production sector has created extraordinarily viable businesses that can actually get an extraordinary change of deal for a programme; an extra £10m a year is an awful lot more.

“The power has moved to the super-indies and they are in a position to call the shots and extract deals that would be unimaginable five years ago, let alone 10. That’s also because the BBC’s commissioning structure was fundamentally changed, and is continuing to change, in favour of independents.”

Enders thinks Love “made a completely commercial decision, which was totally the right decision”, as did the BBC in not topping C4’s offer, as its enemies would have had “a field day”.

The BBC wants to be more than just an incubator of shows for other broadcasters and plans to create more of its own intellectual property. It has set up a new, soon-to-be-commercial production arm, BBC Studios, which was created in large part to stem the brain drain of producers to the independent sector.

However, in exchange for allowing BBC Studios to make shows for rival broadcasters, the government says even more of the corporation’s shows now have to be put out to tender. On Wednesday, around 300 independent producers will meet at the BBC in London to find out how many more of the corporation’s commissions they will be able to bid for.